Lalu, gimana dengan Honda CBR600RR? Motor 600 cc buatan Sayap Mengepak justru menonjolkan aspek kedekatan sang rider dengan motornya.
Sejak keluar di 2005 menggantikan CBR600F4i, CBR 600RR bukanlah motor terkencang di kelasnya dari segi tenaga. Tapi, soal handling jadi poin utama.
Ini berlaku sampai ke CBR 600RR 2013 milik bengkel Anjany Racing di Jl.Panjang, Kebon Jeruk yang diuji coba oleh Em Plus dalam kondisi gres. Sangat gres karena Em-Plus menjadi orang pertama yang menjalankan motor ini sejak keluar dari showroom, inreyen coy!
Ternyata CBR 600RR terbaru ini pun masih terasa sama dengan generasi pertama. Dengan posisi duduk yang tak membuat badan kelewat merunduk, lalu ketinggian setang tak terlalu rendah, ini membuat motor ini gampang diajak bermanuver meliuk kemacetan.
Pantas saja kalau motor CBR 600RR menjadi favorit stuntrider di Amerika dan Eropa. Silakan cek nama Jorian Ponomareff, di situs You Tube yang beraksi tak masuk akal di atas sadel CBR 600RR.
Soal tenaga memang tak besar! Tapi, aspek ini justru membuat tiap pengendara CBR 600RR meski masih newbie merasa aman tanpa ‘diintimidasi’ torsi kuat yang susah dikontrol. Smooth and predictable, kedua kata ini mewakili bagaimana ‘nurutnya’ motor ini diajak bermanuver.
Termasuk hal kecil seperti tuas kopling yang punya rasa khas Honda. Ketika ditarik, empuk dan kalau dilepas cepat tak bikin kaget karena entakannya.
Dari GL100, Tiger, CBR 600RR, CB 1000R sampai GL 1500, perasaan empuk ini tetap sama dan membuat otak pengendaranya langsung nyambung kalau ini memang motor Honda.
Dengan tenaga tak terlalu besar dan handling nyaman, maka banyak penyuka trackday di sirkuit di berbagai negara yang memilih Honda CBR 600RR. Alasannya, tak butuh waktu lama untuk beradaptasi, langsung dapat feeling untuk ngebut.
Tak sabar saya menjajal motor ini. Ternyata tak salah memang, karena sejak mulai duduk, menyalakan mesin, tarik kopling, masuk gigi dan buka gas, terasa bagaimana lembutnya mesin 4 silinder inline tanpa entakan kasar. Putaran mesin dengan halus naik sampai 8.000 rpm.
Sambil melakukan brake-in, saya mencoba lakukan beberapa kali pengereman untuk merasakan kekuatan rem Tokico dengan kombinasi 8 piston di depan dan 2 piston di belakang. Menjamin pengereman mantap, meski bukan paling kuat, tetapi cukup terkontrol.
Di bagian instrumen, tak ada kontrol traksi atau mode pengaturan ECU. Sehingga buat tuning harus memasang piggy bag atau ganti ECU kompetisi. Tapi, secara keseluruhan ini adalah motor 600 cc favorit dengan sederet komentar positif di atas. (motorplus-online.com)
Penulis : Yongki | Foto : Boyo